SURVEI
Publik Khawatir ACFTA Pukul Pasar Indonesia
Laporan wartawan KOMPAS.com Hindra Liauw
Jumat, 30 Juli 2010 | 15:51 WIB
KOMPAS/LASTI KURNIA
Kios buah dipenuhi jeruk mandarin jenis santang dan sweet ponkam yang dijual di pinggir jalan di kawasan Jombang, Jawa Timur, Rabu (20/1). Penjualan buah impor China sudah sejak lama merambah hingga ke pedesaan.
JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada 1-10 Mei 2010 terhadap 1.000 responden yang tersebar di Indonesia menunjukkan masyarakat Indonesia khawatir kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) memukul pasar Indonesia.
Seperti diwartakan, kesepakatan ACFTA, yang ditandatangani sejak 2004, secara resmi diberlakukan pada 1 Januari 2010. Melalui kesepakatan ini, barang-barang dari China dapat masuk ke seluruh negara ASEAN tanpa bea masuk, begitu juga sebaliknya.
Menurut survei LSI, sebanyak 75,7 persen publik khawatir perdagangan bebas membuat pasar Indonesia dipenuhi produk China. Selain itu, 78,2 persen khawatir perdagangan bebas membuat perusahaan Indonesia gulung tikar akibat tidak mampu bersaing dengan produk China.
Penanggap survei nasional tersebut, A Prasetyantoko, pengamat ekonomi sekaligus Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian ke Masyarakat Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, mengatakan, ACFTA memang bak pisau bermata dua. Ada peluang dan biaya di balik perjanjian tersebut.
Kemampuan Indonesia memanfaatkan peluang pada ACFTA sangat penting. Daya saing produk Indonesia dikatakan bermain peranan penting dalam hal ini. "Sayangnya, kita belum memiliki daya saing tinggi," kata Pras, Jumat (30/7/2010) di Jakarta.
Pada Survey Competitiveness Index 2009-2010, Indonesia menempati posisi 54, jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura (3), dan Malaysia (24). Ada beberapa hal yang menyebabkan daya saing Indonesia rendah, seperti kualitas jalan dan infrastruktur yang buruk, birokrasi yang panjang, serta kualitas pembangunan manusia Indonesia yang rendah.
Dikatakan Pras, survei ini diharapkan mampu mendorong para pembuat kebijakan untuk membenahi hal-hal yang menyebabkan daya saing Indonesia buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar