Connect Now
Anak Muda Suka Mengkhayal?
Kamis, 14 Oktober 2010 | 19:01 WIB
Oleh Hermawan Kartajaya (Founder & CEO, MarkPlus, Inc)
Bersama Joseph Kristofel (Associate Research Manager, MarkPlus Insight)
Menurut Merriam-Webster, imajinasi adalah ”kemampuan untuk membentuk citra mental dari hal-hal yang secara fisik tidak hadir atau tidak pernah dilahirkan atau diciptakan oleh orang lain”. Bahkan, imajinasi, sering kali disebut juga sebagai kemampuan kreatif dari pikiran manusia. Jika memang demikian, dengan nekat saya simpulkan bahwa tidak ada kreativitas yang tidak dimulai dari sebuah imajinasi manusia.
Mengkhayal atau berimajinasi adalah aktivitas otak yang sudah biasa kita lakukan sejak kita kecil. Jadi, ”jagoan” seperti tokoh di film-film kartun, jadi ”puteri cantik” seperti tokoh komik adalah contoh khayalan yang sering dilakukan oleh anak-anak. Yang tentunya bila dilihat dari variasi topik khayalannya, memang masih sangat terbatas karena informasi yang sudah diterima oleh anak kecil juga sangat minim. Paling-paling hanya seputar tontonan film kartun, bacaan komik, dan dongeng yang didengar.
Nah, waktu beranjak remaja hingga usia anak muda, input informasi semakin banyak dan beragam.Bisa didapat dari sekolah, lingkungan sosial, bisa lewat media cetak, maupun media elektronik. Yang paling deras saat ini di kalangan anak muda, apalagi kalau bukan internet yang menjadikan khayalan anak muda makin beragam dan tinggi sekali frekuensinya jika dibandingkan anak kecil.
Umumnya kapan sih, anak muda itu mengkhayal? Ternyata menurut pengakuan mereka, mengkhayal itu bisa terjadi kapan saja dan tergantung pada objek imaginasinya. Ada yang terjadi secara spontan dan mengalir, yang biasanya muncul saat santai alias otak sedang nganggur. Di saat seperti ini, berbagai input informasi bisa menjadi bahan khayalan. Sebagai contoh, saat santai nonton TV, acaranya tentang objek wisata yang keren banget dan eksotik. Nah, biasanya pikiran langsung spontan mengkhayal, ”enak juga ya klo bisa liburan ke sana, apalagi bisa traveling keliling dunia.....”
Ada juga jenis imajinasi yang tidak spontan, tapi memang disengaja sebagai bagian dari berfikir kreatif. Misalnya, saat membuat karya ilmiah, produk inovatif, karya seni, karya tulis, dan masih banyak lagi. Semuanya dituangkan lebih dulu di pikiran, di angan-angan sampai terbentuk citra tertentu yang nantinya akan dimanifestasikan ke bentuk yang lebih konkret. Namun, sudah pasti yang frekuensinya lebih tinggi di kalangan anak muda, ya khayalan-khayalan spontan.
Khayalan anak muda juga mengalami evolusi seiring pertumbuhan usia dan kedewasaan berpikir. Pada usia yang lebih muda, imaginasinya jauh lebih berani dan liar. Rasanya tidak ada hal yang bisa menghalangi imaginasi mereka. Imaginasi menjadi seperti sebuah impian sekaligus harapan. Dan, di usia yang lebih muda, masih banyak waktu terbentang di depan untuk mengusahakan imaginasi mereka jadi kenyataan. Buat anak muda, mengkhayal itu enak, apalagi belum terkontaminasi sama rumitnya ”hidup”. Daya imaginasinya jadi tinggi.
Semakin dewasa, masuk ke usia 20 hingga 30-an, khayalan anak muda mulai berkurang dan mengerucut dalam hal jumlah. Namun, khayalan itu mengkristal menjadi obsesi yang dikejar. Jadi, anak muda yang lebih dewasa, lebih fokus dalam berimaginasi. Ketika saya tanyakan kepada mereka, mengapa terjadi evolusi seperti itu, jawaban mereka adalah karena semakin dewasa, semakin sulit buat mengkhayal dan terbentur lagi dengan batasan-batasan realitas.
Tentu, akhirnya tidak semua khayalan masa remaja dikejar semua. Ada satu contoh soal ini. Ada seorang pemudi yang juga menjadi responden dari riset yang kami lakukan menyatakan bahwa dulu ia mempunyai banyak sekali khayalan. Bahkan, ia sempat berkhayal jadi artis terkenal. Saat itu, ”modal” cukup memadai, masih muda, cantik, dan sepertinya dia bisa akting juga.
Bersama Joseph Kristofel (Associate Research Manager, MarkPlus Insight)
Menurut Merriam-Webster, imajinasi adalah ”kemampuan untuk membentuk citra mental dari hal-hal yang secara fisik tidak hadir atau tidak pernah dilahirkan atau diciptakan oleh orang lain”. Bahkan, imajinasi, sering kali disebut juga sebagai kemampuan kreatif dari pikiran manusia. Jika memang demikian, dengan nekat saya simpulkan bahwa tidak ada kreativitas yang tidak dimulai dari sebuah imajinasi manusia.
Mengkhayal atau berimajinasi adalah aktivitas otak yang sudah biasa kita lakukan sejak kita kecil. Jadi, ”jagoan” seperti tokoh di film-film kartun, jadi ”puteri cantik” seperti tokoh komik adalah contoh khayalan yang sering dilakukan oleh anak-anak. Yang tentunya bila dilihat dari variasi topik khayalannya, memang masih sangat terbatas karena informasi yang sudah diterima oleh anak kecil juga sangat minim. Paling-paling hanya seputar tontonan film kartun, bacaan komik, dan dongeng yang didengar.
Nah, waktu beranjak remaja hingga usia anak muda, input informasi semakin banyak dan beragam.Bisa didapat dari sekolah, lingkungan sosial, bisa lewat media cetak, maupun media elektronik. Yang paling deras saat ini di kalangan anak muda, apalagi kalau bukan internet yang menjadikan khayalan anak muda makin beragam dan tinggi sekali frekuensinya jika dibandingkan anak kecil.
Umumnya kapan sih, anak muda itu mengkhayal? Ternyata menurut pengakuan mereka, mengkhayal itu bisa terjadi kapan saja dan tergantung pada objek imaginasinya. Ada yang terjadi secara spontan dan mengalir, yang biasanya muncul saat santai alias otak sedang nganggur. Di saat seperti ini, berbagai input informasi bisa menjadi bahan khayalan. Sebagai contoh, saat santai nonton TV, acaranya tentang objek wisata yang keren banget dan eksotik. Nah, biasanya pikiran langsung spontan mengkhayal, ”enak juga ya klo bisa liburan ke sana, apalagi bisa traveling keliling dunia.....”
Ada juga jenis imajinasi yang tidak spontan, tapi memang disengaja sebagai bagian dari berfikir kreatif. Misalnya, saat membuat karya ilmiah, produk inovatif, karya seni, karya tulis, dan masih banyak lagi. Semuanya dituangkan lebih dulu di pikiran, di angan-angan sampai terbentuk citra tertentu yang nantinya akan dimanifestasikan ke bentuk yang lebih konkret. Namun, sudah pasti yang frekuensinya lebih tinggi di kalangan anak muda, ya khayalan-khayalan spontan.
Khayalan anak muda juga mengalami evolusi seiring pertumbuhan usia dan kedewasaan berpikir. Pada usia yang lebih muda, imaginasinya jauh lebih berani dan liar. Rasanya tidak ada hal yang bisa menghalangi imaginasi mereka. Imaginasi menjadi seperti sebuah impian sekaligus harapan. Dan, di usia yang lebih muda, masih banyak waktu terbentang di depan untuk mengusahakan imaginasi mereka jadi kenyataan. Buat anak muda, mengkhayal itu enak, apalagi belum terkontaminasi sama rumitnya ”hidup”. Daya imaginasinya jadi tinggi.
Semakin dewasa, masuk ke usia 20 hingga 30-an, khayalan anak muda mulai berkurang dan mengerucut dalam hal jumlah. Namun, khayalan itu mengkristal menjadi obsesi yang dikejar. Jadi, anak muda yang lebih dewasa, lebih fokus dalam berimaginasi. Ketika saya tanyakan kepada mereka, mengapa terjadi evolusi seperti itu, jawaban mereka adalah karena semakin dewasa, semakin sulit buat mengkhayal dan terbentur lagi dengan batasan-batasan realitas.
Tentu, akhirnya tidak semua khayalan masa remaja dikejar semua. Ada satu contoh soal ini. Ada seorang pemudi yang juga menjadi responden dari riset yang kami lakukan menyatakan bahwa dulu ia mempunyai banyak sekali khayalan. Bahkan, ia sempat berkhayal jadi artis terkenal. Saat itu, ”modal” cukup memadai, masih muda, cantik, dan sepertinya dia bisa akting juga.
Tapi, karena agak kurang percaya diri, takut tidak bisa tampil dengan baik, akhirnya selalu ada alasan untuk menolak setiap tawaran. Sehingga setiap kesempatan yang datang akan terlewat semua. Padahal tawaran itu datang bukan cuma sekali. Akhirnya, tiba waktunya untuk berkeluarga, punya anak, dan tanpa disadari usia terus beranjak mendekati kepala tiga, dan secara alamiah kualitas penampilannya sudah tidak ”sebaik” waktu muda. Belum lagi ditambah dengan adanya tanggung jawab sebagai istri dan sebagai ibu. Realitas seperti inilah yang akhirnya membatasi imajinasinya. Ia mulai fokus pada khayalan baru yang justru menjadi obsesi untuk dikejar, yaitu sukses dalam bisnis dan sukses sebagai istri.
Di sini, jelas polanya bahwa pada masa kecil seseorang sudah mulai berimaginasi. Ketika memasuki masa remaja dan usia anak muda, variasi dan frekuensi khayalan mencapai titik tertingginya. Inilah yang menjadi penyebab mengapa usia muda menjadi usia kreativitas. Dan, ketika semakin dewasa, frekuensi dan variasi khayalan semakin berkurang. Namun, ia lebih fokus dan seringkali bergeser menjadi sebuah obsesi yang dikejar.
Melalui Djarum Black Innovation Awards, terlihat bahwa PT Djarum berusaha memberikan wadah bagi anak muda Indonesia untuk terus berkhayal, terus berimaginasi untuk melahirkan karya-karya baru yang inovatif dan kreatif yang berguna bagi masyarakat banyak.
Lain lagi yang ditempuh oleh PT Unilever Indonesia Tbk dengan program AXE Twist Island-nya yang mengajak anak muda—khususnya laki-laki untuk mengkhayal berubah menjadi sesuatu agar pacar nggak bosen. Dengan iming-iming, pemenang program ini akan dibawa terdampar bareng AXE babes yang seksi di AXE Twist Island. Tentu saja, hadiahnya sudah menjadi imaginasi liar banyak anak muda, khususnya laki-laki. Hmm, satu cara yang kreatif, mengelitik, dan sedikit nakal dalam mewadahi anak mudah terus berkhayal.
-----------
Di sini, jelas polanya bahwa pada masa kecil seseorang sudah mulai berimaginasi. Ketika memasuki masa remaja dan usia anak muda, variasi dan frekuensi khayalan mencapai titik tertingginya. Inilah yang menjadi penyebab mengapa usia muda menjadi usia kreativitas. Dan, ketika semakin dewasa, frekuensi dan variasi khayalan semakin berkurang. Namun, ia lebih fokus dan seringkali bergeser menjadi sebuah obsesi yang dikejar.
Melalui Djarum Black Innovation Awards, terlihat bahwa PT Djarum berusaha memberikan wadah bagi anak muda Indonesia untuk terus berkhayal, terus berimaginasi untuk melahirkan karya-karya baru yang inovatif dan kreatif yang berguna bagi masyarakat banyak.
Lain lagi yang ditempuh oleh PT Unilever Indonesia Tbk dengan program AXE Twist Island-nya yang mengajak anak muda—khususnya laki-laki untuk mengkhayal berubah menjadi sesuatu agar pacar nggak bosen. Dengan iming-iming, pemenang program ini akan dibawa terdampar bareng AXE babes yang seksi di AXE Twist Island. Tentu saja, hadiahnya sudah menjadi imaginasi liar banyak anak muda, khususnya laki-laki. Hmm, satu cara yang kreatif, mengelitik, dan sedikit nakal dalam mewadahi anak mudah terus berkhayal.
-----------
Artikel ini ditulis berdasarkan analisa hasil riset sindikasi terhadap hampir 800 responden anak muda di 6 kota besar di Indonesia, SES A-B, Umur 16-35, yang dilakukan bulan Februari-Maret 2010 oleh MarkPlus Insight berkerjasama dengan Komunitas Marketeers.
Tulisan 11 dari 100 dalam rangka MarkPlus Conference 2011 “Grow With the Next Marketing” Jakarta, 16 Desember 2010, yang juga didukung oleh Kompas.com dan www.the-marketeers.com
Tulisan 11 dari 100 dalam rangka MarkPlus Conference 2011 “Grow With the Next Marketing” Jakarta, 16 Desember 2010, yang juga didukung oleh Kompas.com dan www.the-marketeers.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar